Mantan Kabagwassidik Polda Sumatera Utara, Kombes MHPT, dilaporkan ke Divisi Propam dan Bareskrim Polri terkait dugaan penyalahgunaan wewenang. Laporan tersebut diajukan oleh mantan sopirnya, Asril Siregar, yang mengklaim MHPT terlibat dalam praktik suap untuk membebaskan anaknya dari jeratan hukum.
Aduan resmi tersebut disampaikan pada tanggal 25 September. Asril merasa dirugikan dan menyatakan bahwa ia dijadikan alat untuk kepentingan MHPT, yang diduga mencari keuntungan finansial dari kasus ini.
Dalam penjelasannya, Asril mengungkapkan pengalamannya yang sangat menyedihkan. Ia menilai situasi yang dihadapinya sebagai bentuk pengkhianatan yang parah, di mana dia seolah diperalat hanya untuk menutupi kesalahan orang lain.
Proses Hukum yang Memicu Ketidakpuasan Publik
Asril menjelaskan bagaimana dirinya terpaksa menyusun laporan ke Polda Sumut setelah menerima ancaman dari anak pejabat di BUMN. Permintaan untuk membuat laporan itu diberikan oleh mantan atasannya yang merasa bahwa situasi tidak dapat dibiarkan begitu saja.
Laporan yang dibuat oleh Asril kemudian terdaftar dengan nomor LP/ B/ 415/ IV/ 2024/ SPKT/Polda Sumatra Utara dan tercatat pada tanggal 3 April 2024. Perkembangan kasus ini menunjukkan adanya semangat awal untuk menegakkan hukum, namun lambat laun situasi mengalami kebuntuan.
Diketahui bahwa terlapor telah ditetapkan sebagai tersangka dan sempat ditahan. Namun, proses hukum untuk kasus tersebut tiba-tiba terhenti, meninggalkan banyak pertanyaan di benak publik yang berharap akan keadilan.
Penawaran Uang dan Kecurigaan Kejanggalan
Di tengah perjalanan hukum tersebut, muncul tawaran yang mencurigakan. Menurut kuasa hukum Asril, Roni Prima Panggabean, terlapor sempat menawarkan uang sebesar Rp100 juta kepada kliennya sebagai imbalan untuk mencabut laporan.
Asril menolak tawaran tersebut, yang justru menambah kecurigaannya. Ia merasa ada yang tidak beres dan menduga bahwa uang yang ditawarkan itu bisa jadi diterima oleh MHPT.
Roni menyebut bahwa MHPT pada saat itu memiliki posisi tinggi, yang dapat mempengaruhi penyidikan kasus ini. Hal ini menimbulkan potensi konflik kepentingan yang serius untuk diteliti lebih lanjut oleh pihak berwenang.
Panggilan untuk Transparansi dan Reformasi di Polri
Asril dan Roni berharap Divisi Propam serta Bareskrim Polri akan berusaha mengungkap kasus ini secara transparan. Mereka menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil, khususnya di tengah upaya Polri untuk melakukan transformasi institusi.
Dalam konteks ini, banyak pihak menanti langkah konkret dari aparat penegak hukum. Harapan akan adanya keadilan menjadi semakin mendesak, dan masyarakat beranggapan bahwa perubahan adalah suatu keharusan.
Roni juga menyampaikan optimisme mengenai keterbukaan Polri untuk mendengarkan keluhan masyarakat. Dengan adanya transformasi dan reformasi, diharapkan setiap dugaan pelanggaran dapat ditindaklanjuti dengan serius.













