Badan SAR Nasional (Basarnas) menghadapi tantangan besar dalam mengevakuasi korban yang terjebak di bawah puing-puing Musala di asrama putra Pondok Pesantren Al Khoziny, Desa Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Penggunaan alat berat dalam proses evakuasi ini menjadi masalah, mengingat potensi dampak negatif yang dapat ditimbulkan bagi korban yang masih terjebak.
Kepala Sub Direktorat Pengarahan dan Pengendalian Operasi Bencana Basarnas, Emi Freezer, menjelaskan situasi di lapangan. Kekuatan alat berat, seperti yang dioperasikan oleh seorang insinyur sipil dari ITS, memiliki kapasitas angkat yang cukup besar, namun harus diimbangi dengan pertimbangan konstruksi yang ada di sekitarnya.
Keputusan untuk tidak menggunakan alat berat adalah langkah keamanan yang diperlukan. Emi mengungkapkan bahwa upaya untuk mengangkat beban justru bisa berakibat fatal terhadap posisi reruntuhan yang berdekatan dengan gedung di sekitarnya, yang perlu dipertimbangkan secara matang dalam situasi kritis ini.
Proses Evakuasi dan Tantangan yang Dihadapi Tim SAR
Pengerjaan evakuasi dilakukan dengan sangat hati-hati dan terencana, mengingat adanya risiko yang bisa membahayakan korban. Reruntuhan bangunan dibagi menjadi tiga sektor untuk memudahkan pemantauan dan penanganan. Sektor A1 berada di depan, sektor A2 di belakang, dan sector A3 di atas reruntuhan.
Saat ini, tim SAR berhasil mengevakuasi sebelas korban dari ketiga sektor yang ada. Prosesnya tidak mudah, mengingat masih ada lokasi-lokasi yang sulit dijangkau, yang memerlukan pendekatan khusus untuk memastikan keselamatan semua pihak yang terlibat.
Situasi di sektor A1 menjadi fokus utama, di mana satu korban masih memberikan respons meski berada dalam kondisi yang sangat mengenaskan. Tim SAR berupaya membuat terowongan untuk mencapai korban tersebut, karena dia tidak dapat bergerak sama sekali akibat terhimpit reruntuhan.
Kondisi Bangunan dan Hasil Analisis Konstruksi
Emi menjelaskan bahwa penyebab utama ambruknya bangunan ini adalah kegagalan konstruksi. Menurut analisis yang dilakukan oleh pihak ITS, struktur penyangga bangunan telah mengalami kegagalan total, sehingga semua upaya untuk memberikan intervensi langsung harus dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindari dampak yang lebih luas.
Dalam waktu kritis 72 jam yang dikenal sebagai golden time, tim penyelamat berupaya untuk mencari titik-titik keterjangkauan yang aman. Hal ini penting dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada korban yang masih hidup agar dapat diselamatkan sebelum terlambat.
Informasi perilaku struktur bangunan yang runtuh sangat penting dalam menentukan langkah-langkah yang akan diambil oleh tim SAR. Setiap intervensi, bahkan yang kecil sekalipun, bisa mengubah pola runtuhan dan memberikan dampak yang berbahaya bagi keselamatan tim dan korban yang masih terjebak.
Strategi Tim SAR dan Harapan untuk Korban yang Terjebak
Strategi yang diterapkan oleh tim SAR adalah memperhatikan keselamatan baik bagi mereka yang terjebak maupun untuk petugas yang melakukan evakuasi. Mereka berusaha mencari cara alternatif yang bisa diakses dengan aman untuk mencapai korban tanpa membahayakan struktur sisa bangunan lainnya.
Saat ini, harapan untuk korban yang terjebak di bawah puing-puing masih ada, dan segala usaha dilakukan agar mereka bisa diselamatkan dengan selamat. Komunikasi antara korban dan tim penyelamat diharapkan dapat terus terjaga, meskipun kondisi di lapangan sangat menantang.
Seiring berjalannya waktu, tim SAR akan terus memantau setiap perkembangan dan beradaptasi dengan kondisi yang ada, dengan harapan setiap tindakan yang diambil dapat mendekatkan mereka pada tujuan utama: menyelamatkan nyawa yang masih tersisa di bawah reruntuhan.













