Insiden penangkapan salah yang melibatkan seorang tokoh politik telah menimbulkan kehebohan di masyarakat. Empat anggota kepolisian dari Polrestabes Medan yang terlibat dalam insiden tersebut kini menghadapi hukuman disiplin berupa penempatan khusus. Hal ini menunjukkan pentingnya pemahaman prosedur hukum yang tepat dalam melaksanakan tugas penegakan hukum.
Kasubbid Penmas Polda Sumut, Kompol Siti Rohani, mengonfirmasi bahwa keempat polisi tersebut sudah menjalani proses disiplin sejak Jumat malam. Penempatan khusus ini menjadi sorotan publik, terutama karena insiden yang terjadi sangat memalukan bagi korban serta aparat yang terlibat.
Dalam proses ini, diketahui Identitas keempat personel yang dipatsus adalah Iptu J, Aiptu JP, Aiptu AS, dan Briptu ES. Proses pemeriksaan terhadap mereka masih berlangsung di Propam Polda Sumut, memastikan agar tindakan serupa tidak terulang di masa mendatang.
Rincian Insiden Salah Tangkap yang Menjadi Sorotan
Ketua DPD NasDem Sumatra Utara, Iskandar ST, mengalami momen memalukan setelah ditangkap oleh petugas. Kejadian ini terjadi di dalam pesawat Garuda Indonesia, di mana dia dituduh menjadi tersangka dalam kasus judi online. Selain dampaknya bagi pribadi Iskandar, kondisi ini juga memengaruhi citra kepolisian secara umum.
Iskandar menceritakan peristiwa tersebut berlangsung saat ia sedang dalam penerbangan GA 193 rute Bandara Kualanamu menuju Soekarno Hatta. Hal ini menggambarkan betapa cepat dan mendesaknya situasi, terutama ketika lima orang petugas mendatanginya sebelum pesawat lepas landas.
Petugas yang terdiri dari Avsec, kru pesawat, dan polisi berpakaian preman memaksa Iskandar keluar dari pesawat dengan menyebut terdapat surat penangkapan terkait judi online. Tindakan mendesak ini tidak hanya menciptakan ketidaknyamanan, tetapi juga mengundang tanya bagi Iskandar yang merasa tidak berbuat salah.
Proses Hukum yang Perlu Diperhatikan dalam Kasus Ini
Iskandar menjelaskan bahwa setelah diberitahu mengenai keberadaan surat penangkapan, ia meminta klarifikasi mengenai kesalahan yang dituduhkan. Sebuah surat pemandu menjelaskan tuduhan tersebut, namun keberadaan salah sasaran justru menciptakan kekacauan di lapangan.
Balas dendam terhadap reputasi seseorang dapat terjadi, demikian halnya dengan ketidakpercayaan terhadap institusi penegak hukum. Petugas kemudian menyadari bahwa mereka telah melakukan kesalahan, lalu satu per satu mereka pergi tanpa memberikan penjelasan yang memadai. Kejadian ini memicu pertanyaan lebih lanjut mengenai profesionalisme petugas kepolisian.
Setelah menyaksikan bagaimana ia diperlakukan, Iskandar merasa bukan hanya dipermalukan, tetapi juga terancam. Ia mengungkapkan keinginannya untuk melaporkan insiden ini ke berbagai lembaga terkait, termasuk Propam Polda Sumut dan Komnas HAM, sebagai upaya untuk mencari keadilan.
Pentingnya Akuntabilitas dalam Penegakan Hukum
Kejadian ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya akuntabilitas dalam institusi kepolisian. Dalam melaksanakan tugasnya, aparat hukum perlu memiliki kompetensi dan prosedur yang sudah teruji untuk menghindari kesalahan yang merugikan individu. Penempatan khusus bagi empat anggota yang terlibat diharapkan menjadi langkah awal untuk memperbaiki citra kepolisian.
Iskandar menekankan bahwa tindakan penangkapan yang sewenang-wenang merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Proses hukum yang transparan dan adil harus diutamakan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum. Komunikasi yang jelas dan terbuka antara kepolisian dan masyarakat juga sangat diperlukan untuk mencegah terulangnya peristiwa serupa.
Pihak kepolisian harus mampu menjelaskan langkah-langkah yang akan diambil setelah kejadian ini, termasuk tindakan disiplin dan rehabilitasi bagi mereka yang terlibat. Ini adalah bagian dari upaya untuk mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali.













