Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf, yang akrab disapa Gus Yahya, menjawab panggilan para kiai sepuh dalam Forum Sesepuh dan Mustasyar NU di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Kegiatan ini berlangsung pada hari Sabtu, 6 Desember, di mana Gus Yahya dan rombongannya langsung melakukan ziarah ke makam para masyayikh Tebuireng.
Setelah ziarah, Gus Yahya melaksanakan salat zuhur di masjid pesantren dan kemudian melanjutkan pertemuan tertutup dengan pengasuh Tebuireng di Ndalem Kasepuhan. Dalam kesempatan ini, Gus Yahya mengungkapkan kesiapannya untuk menjawab segala pertanyaan serta memberikan penjelasan kepada para kiai sepuh yang hadir.
Peran Utama Para Kiai dalam Menyelesaikan Konflik Internal
Gus Yahya menyatakan bahwa ia siap untuk memberikan penjelasan apapun yang dibutuhkan para kiai sepuh. Ia datang dengan membawa berbagai dokumen dan berkas lengkap untuk memperkaya diskusi. Hal ini menunjukkan kesungguhannya dalam menghadapi berbagai isu yang berkembang di dalam organisasi.
Ada harapan besar untuk mengatasi ketegangan yang terjadi di antara pengurus. Melalui dialog yang konstruktif, Gus Yahya berharap dapat menemukan jalan keluar yang saling menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat.
Menurut Gus Yahya, keberadaan forum seperti ini sangat penting untuk menjaga kelangsungan dan keharmonisan dalam organisasi. Keberanian untuk terbuka dan mendengarkan masukan dari senior adalah langkah awal yang baik dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.
Konflik Internal PBNU yang Menyita Perhatian
Permasalahan di internal PBNU berawal dari beredarnya dokumen risalah rapat harian Syuriyah PBNU pada 20 November 2025. Dalam risalah tersebut, terdapat permintaan agar Gus Yahya mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PBNU dalam waktu tiga hari. Ini menunjukkan adanya ketidakpuasan di kalangan anggota organisasi.
Beberapa isu yang menjadi dasar permintaan tersebut antara lain tuduhan keterkaitan Gus Yahya dengan jaringan zionisme internasional serta kelalaian dalam pengelolaan keuangan organisasi. Tuduhan ini tentunya sangat serius dan dapat memengaruhi citra organisasi di mata masyarakat.
Setelah surat tersebut diterima, situasi semakin memanas. Gus Yahya merespons dengan menolak untuk mundur dan menganggap surat itu tidak sah, membuktikan bahwa ketegangan dalam organisasi semakin meningkat.
Keputusan dan Pencopotan Pejabat dalam PBNU
Gus Yahya, setelah menghadapi situasi tersebut, mengambil langkah kontroversial dengan mencopot Menteri Sosial Saifullah Yusuf dari posisi Sekretaris Jenderal PBNU. Ini merupakan langkah berani yang menunjukkan tekadnya untuk mempertahankan jabatannya meskipun ada tekanan dari berbagai pihak.
Dia juga melakukan pencopotan Gudfan Arif dari posisi Bendahara Umum PBNU. Langkah-langkah tersebut menandakan bahwa ia ingin merestrukturisasi organisasi demi kepentingan yang lebih besar.
Di sisi lain, keputusan Rais Aam PBNU untuk menyatakan Gus Yahya tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum sejak 26 November 2025 adalah momen krusial yang menandai perubahan kepemimpinan dalam organisasi. Ini menimbulkan banyak pertanyaan mengenai legitimasi kepemimpinan yang baru.











