Dewan Pers Indonesia telah mempertegas pandangannya mengenai konten yang dihasilkan oleh media sosial yang berafiliasi dengan perusahaan media massa dan hubungannya dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Menurut mereka, konten-konten tersebut tetap dianggap sebagai produk jurnalistik dan tidak berada di ranah hukum yang diatur oleh UU ITE, melainkan oleh UU Pers.
Pernyataan ini disampaikan oleh anggota Dewan Pers, Muhammad Jazuli, dalam sebuah forum di Semarang. Ia menjelaskan bahwa banyak media massa saat ini yang menggunakan media sosial sebagai platform untuk membagikan informasi dan berita yang mereka produksi.
Pendekatan Terhadap Media Sosial dalam Jurnalistik
Perkembangan teknologi informasi telah membuat batasan antara media tradisional dan media sosial semakin kabur. Media sosial kini menjadi sarana yang efektif untuk menjangkau khalayak yang lebih luas, serta memberikan informasi secara cepat dan langsung. Dalam konteks ini, penting untuk memahami bagaimana konten yang dihasilkan oleh media sosial ini diatur.
Sebagai bentuk dari kehadiran digital, media sosial memungkinkan perusahaan media massa untuk memperluas jangkauan audiens mereka. Namun, tetap ada tantangan dalam menjaga integritas dan akurasi dari informasi yang disampaikan. Oleh karena itu, konten yang dihasilkan melalui platform ini tetap harus mengikuti pedoman jurnalistik yang berlaku.
Jazuli mendorong agar perusahaan media massa yang memanfaatkan media sosial memperhatikan kualitas informasi yang disajikan. Dengan demikian, meskipun konten tersebut berasal dari media sosial, kredibilitas informasi tetap terjaga. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap media sebagai penyampai informasi.
Kepentingan Hukum dalam Konten Media Sosial
Saat terjadi sengketa informasi, media sosial yang dioperasikan oleh perusahaan media massa akan masuk dalam ranah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Hal ini berbeda dengan media sosial pribadi, yang akan diatur oleh UU ITE. Jazuli menekankan pentingnya pemahaman ini agar masyarakat bisa menyikapi dan menyelesaikan sengketa informasi dengan tepat.
Pembagian ranah hukum yang jelas antara konten jurnalistik dan konten pribadi diharapkan bisa meminimalisir konflik yang muncul. Dengan penegasan ini, Dewan Pers berupaya untuk melindungi kredibilitas informasi yang disampaikan oleh media massa. Masyarakat diharapkan lebih kritis dalam mengonsumsi informasi dari kedua jenis media sosial tersebut.
Dengan meningkatnya penggunaan media sosial, penting bagi jurnalis untuk berpikir lebih kritis. Ketika menghadapi informasi yang datang dari platform ini, pengguna perlu memahami sumber dan kontek dari informasi yang mereka konsumsi. Edukasi dan kesadaran publik tentang hal ini sangat diperlukan dalam era digital saat ini.
Peran Forum Koordinasi Media dalam Membangun Kualitas Informasi
Dalam rangka meningkatkan kualitas informasi di media massa, forum-forum seperti yang digelar oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan memiliki peran penting. Jazuli mengapresiasi langkah ini sebagai upaya nyata untuk membangun ekosistem media yang bertanggung jawab dan kredibel. Kegiatan ini menjadi wadah bagi para stakeholder untuk berdiskusi dan mencari solusi atas permasalahan yang ada di industri media.
Forum-forum tersebut juga berfungsi sebagai platform untuk berbagi pengalaman dan praktik terbaik di dalam dunia jurnalistik. Dengan bertemunya berbagai elemen dalam industri media, diharapkan ada sinergi yang terbangun sehingga dapat mengatasi tantangan yang dihadapi saat ini. Melalui diskusi yang terus menerus, diharapkan kebijakan-kebijakan baru dapat dihasilkan untuk meningkatkan profesionalisme di bidang media.
Kegiatan semacam ini juga dapat menimbulkan kesadaran akan pentingnya tanggung jawab dalam penyampaian informasi. Diharapkan, dengan menghimpun semua pihak, bisa tercipta suatu standar yang lebih baik dalam penyajian berita, walaupun melalui media sosial sekalipun. Ini akan mendukung terciptanya industri pers yang lebih sehat dan berkualitas.













