Lestari, seorang ibu berusia 52 tahun yang tinggal di Bekasi, mengalami kondisi kesehatan yang mengkhawatirkan dan harus dilarikan ke puskesmas pada pagi hari tanggal 3 Juli 2025. Dia merasakan nyeri dada yang hebat, sesak napas, dan tubuhnya terasa lemas sejak malam sebelumnya, yang menunjukkan adanya kemungkinan masalah serius pada jantungnya.
Setelah menjalani pemeriksaan awal oleh dokter umum, hasil tekanan darah menunjukkan angka yang sangat tinggi, yakni 180/110, dan elektrokardiogram (EKG) juga menunjukkan kelainan yang mencurigakan. Berdasarkan analisis ini, dokter mencurigai adanya gangguan jantung iskemik atau bahkan pembengkakan jantung yang memerlukan penanganan medis lebih lanjut.
Sayangnya, meskipun dokter merekomendasikan agar Lestari segera dirujuk ke rumah sakit tipe A yang memiliki fasilitas jantung lengkap, prosesnya tidak berjalan mulus. Petugas di puskesmas menjelaskan bahwa pasien yang terdaftar dalam BPJS Kesehatan harus melewati beberapa langkah administrasi yang tidak selalu efisien dan cepat.
Proses Rujukan yang Panjang dan Rumit dalam Sistem Kesehatan
Prosedur untuk mendapatkan rujukan ke rumah sakit tipe A ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Lestari diharuskan terlebih dahulu dirujuk ke rumah sakit tipe C, yang menghasilkan proses administrasi yang cukup lama. Setelah periode berlarut-larut, dia akhirnya memperoleh surat rujukan ke RSUD tipe C di Bekasi pada tanggal 4 Juli.
Setibanya di RS tipe C, Lestari harus kembali antre untuk mendapatkan pemeriksaan ulang, yang tidak langsung membuatnya mendapatkan janji dengan dokter spesialis penyakit dalam. Hal ini menyebabkan rasa frustasi tersendiri karena harus menunggu sampai tanggal 6 Juli untuk mendapatkan tindakan lebih lanjut.
Setelah mendapatkan penanganan awal, dokter di RS tipe C akhirnya mengonfirmasi bahwa kondisi Lestari memang memerlukan perawatan yang lebih intensif dan merujuknya ke rumah sakit tipe A. Namun, selama proses itu, kondisi kesehatan Lestari semakin menurun, menambah beban psikologis bagi keluarganya.
Mengatasi Beban Finansial Selama Masa Sakit
Selama hampir satu minggu menunggu rujukan, Lestari mengalami kesulitan tidur akibat sesak yang berkepanjangan, serta harus berpindah-pindah antar fasilitas kesehatan. Biaya tambahan untuk transportasi, makan, dan obat-obatan yang harus dibeli secara mandiri tidak dapat dihindari, mencapai hampir Rp 1.200.000.
Pengeluaran ini menjadi beban tambahan bagi keluarganya yang sudah merasa sangat terbebani oleh penyakit yang diderita. A, putri Lestari, mengungkapkan kekecewaannya dengan kondisi sistem rujukan yang terkesan rumit dan menyiksa. “Harus mondar-mandir demi mendapatkan surat rujukan saat jelas-jelas sudah membutuhkan spesialis jantung,” kata A dengan nada kesal.
Barulah pada tanggal 9 Juli, Lestari diterima di RS tipe A di Jakarta dan menjalani pemeriksaan menyeluruh oleh dokter spesialis jantung. Dari hasil echocardiography, ditemukan adanya cardiomyopathy, yang mengharuskannya menjalani perawatan berkala serta pengawasan ketat dari tenaga medis.
Pengalaman Serupa Dialami oleh Pasien Lain dalam Sistem Kesehatan
Pengalaman tak kalah rumit dialami oleh Dewi, seorang wanita berusia 45 tahun yang merupakan penyintas kanker payudara dari Klapanunggal, Bogor. Dia merasakan adanya perubahan mencolok pada bentuk payudaranya sejak tahun 2021 dan segera memeriksakan diri ke puskesmas terdekat. Pada hari yang sama, dia juga mendapatkan rujukan ke rumah sakit tipe C di Cileungsi.
Pemeriksaan lanjutan di RS tipe C menunjukkan bahwa kondisi Dewi memerlukan perhatian lebih lanjut, sehingga dokter menyarankan agar dia dirujuk ke RS Fatmawati di Jakarta Selatan. Namun, surat rujukan baru dapat diterbitkan keesokan harinya, membuatnya harus menunggu lagi sebelum tindakan lebih lanjut bisa dilakukan.
Situasi menjadi semakin rumit ketika Dewi diperintahkan untuk memperpanjang masa berlaku surat rujukan setiap tiga bulan sekali, yang menambah beban waktu dan usaha. Dia harus berulang kali bolak-balik dari fasilitas kesehatan awal ke rumah sakit tipe C sebelum akhirnya dapat kembali ke Fatmawati.
Kesimpulan Mengenai Tantangan dalam Akses Layanan Kesehatan di Indonesia
Pengalaman Lestari dan Dewi mencerminkan tantangan nyata yang dihadapi banyak pasien dalam sistem kesehatan Indonesia. Kesehatan seharusnya menjadi prioritas, tetapi sering kali birokrasi dan proses administrasi menghalangi akses cepat terhadap perawatan yang diperlukan. Komplikasi dalam rujukan seperti ini memberikan dampak yang signifikan pada kesehatan pasien.
Sistem rujukan yang berjenjang ini memerlukan revisi agar lebih responsif terhadap kebutuhan mendesak pasien. Dalam kasus-kasus seperti Lestari dan Dewi, kejelasan dan kecepatan dalam mendapatkan perawatan medis sangat penting untuk mencegah kondisi yang semakin buruk.
Penting untuk melakukan evaluasi terhadap sistem kesehatan yang ada, guna meningkatkan efektivitas dalam memberikan akses kepada pasien yang membutuhkan. Perubahan dalam kebijakan dan prosedur bisa membantu pasien mendapatkan perawatan yang lebih cepat dan efisien, sehingga mereka tidak perlu mengalami kesulitan berlebihan saat menghadapi masalah kesehatan yang serius.













