Dalam laporan terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), terungkap bahwa terjadinya inflasi menjadi perhatian banyak pihak pada bulan September 2025. Inflasi yang mencapai angka 0,21 persen ini menggambarkan perubahan signifikan dalam indeks harga konsumen (IHK) dari bulan sebelumnya.
Deputi Bidang Statistik Produksi, M. Habibullah, menjelaskan bahwa perubahan ini tidak terlepas dari fluktuasi harga berbagai komoditas. Ia menyatakan, “Indeks harga konsumen mengalami kenaikan dari 108,51 pada Agustus 2025 menjadi 108,74 pada September 2025,” dalam konferensi pers yang digelar pada 1 Oktober 2025.
Secara tahunan, inflasi tercatat sebesar 2,65 persen. Menariknya, jika dilihat dari sudut pandang tahun kalender, inflasi hanya berada di angka 1,82 persen, menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam pola pengeluaran.
Kelompok pengeluaran yang memberikan kontribusi utama terhadap inflasi berasal dari makanan, minuman, dan tembakau. Inflasi dalam kelompok ini mencapai angka 0,38 persen, berperan penting dengan andil inflasi 0,11 persen.
Komoditas yang paling berkontribusi dalam kelompok ini adalah cabai merah dan daging ayam ras, masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,13 persen. Kenaikan harga kedua komoditas ini sering kali memicu perhatian masyarakat.
Selain makanan, komoditas lain seperti emas dan perhiasan juga berkontribusi terhadap inflasi dengan andil sebesar 0,08 persen. Hal ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat terpengaruh oleh fluktuasi harga barang-barang tersebut.
Pengaruh Inflasi pada Sektor Ekonomi dan Masyarakat
Peningkatan inflasi berdampak luas pada berbagai sektor ekonomi. Baik usaha kecil maupun besar harus menyesuaikan harga jual mereka agar tetap beroperasi dengan profitabilitas yang baik.
Kenaikan harga barang juga mempengaruhi daya beli masyarakat. Dengan tingkat inflasi yang lebih tinggi, masyarakat harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Kondisi ini bisa mengarah pada penurunan konsumsi di kalangan masyarakat, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk memantau dan mengelola inflasi dengan baik.
Upaya untuk menstabilkan harga-harga komoditas perlu dilakukan agar inflasi tidak terus melonjak. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan memperbaiki rantai pasokan dan mendiversifikasi sumber pasokan barang.
Setiap kebijakan yang diambil pemerintah haruslah selaras dengan kondisi lapangan agar dapat mengurangi tekanan inflasi. Pengawasan yang ketat terhadap harga barang juga perlu dilakukan untuk memastikan semua lapisan masyarakat diuntungkan.
Komoditas Penyumbang Inflasi dan Deflasi
Komoditas yang mencapai andil inflasi tertinggi menjadi perhatian utama. Di bulan September 2025, cabai merah dan daging ayam ras menjadi dua komoditas yang menyumbang inflasi signifikan, masing-masing mencatatkan andil 0,13 persen.
Selain itu, ada juga sejumlah komoditas yang memberikan kontribusi lebih kecil, seperti sigaret kretek mesin, biaya kuliah akademi perguruan tinggi, dan cabai hijau. Masing-masing dari komoditas tersebut memiliki andil inflasi sebesar 0,01 persen.
Sebaliknya, terdapat pula komoditas yang mengalami deflasi pada bulan yang sama. Komoditas bawang merah, misalnya, mencatatkan andil deflasi 0,12 persen, diikuti tomat dengan angka 0,03 persen.
Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa pasar komoditas di Indonesia sangat dinamis. Pola permintaan dan penawaran yang terjadi bisa menyebabkan fluktuasi harga yang berpengaruh pada tingkat inflasi maupun deflasi.
Persoalan dalam membedakan komoditas mana yang mengalami inflasi atau deflasi menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena itu, diperlukan analisis yang mendalam untuk memahami pola ini lebih lanjut.
Prospek Ekonomi di Masa Depan
Masa depan perekonomian Indonesia masih menyimpan banyak tantangan, terutama terkait dengan inflasi yang bisa mempengaruhi stabilitas sosial. Pemerintah perlu bersikap proaktif dalam antisipasi berbagai masalah yang mungkin berdampak pada inflasi di masa mendatang.
Stabilitas harga adalah kunci untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian. Dalam jangka panjang, kestabilan ini akan berdampak positif terhadap investasi lokal dan internasional yang sangat dibutuhkan.
Pengambil kebijakan perlu membuat kebijakan yang fleksibel untuk beradaptasi dengan perubahan kondisi ekonomi global. Pengaruh luar sering kali tak terduga, dan Indonesia perlu siap menghadapinya.
Inisiatif untuk mendiversifikasi perekonomian dan meningkatkan daya saing nasional sangat penting di tengah tantangan global. Peningkatan kemampuan produksi dalam negeri dapat membantu menurunkan ketergantungan terhadap barang impor.
Akhirnya, untuk menghadapi tantangan ekonomi ini, dibutuhkan kerjasama antara pemerintah dengan sektor swasta serta masyarakat. Komitmen bersama dalam mengatasi inflasi akan sangat bermanfaat bagi stabilitas ekonomi Indonesia ke depan.













