Baru-baru ini, Verrell Bramasta menarik perhatian masyarakat ketika ia menemui korban banjir bandang di Sumatera. Dengan penampilan yang mencolok, termasuk rompi taktis yang dikenakannya, ia berhasil mengundang diskusi tentang perlindungan diri dalam situasi berisiko.
Dua jenis rompi yang sering dibahas adalah rompi taktis dan rompi antipeluru. Meskipun keduanya terlihat mirip, masing-masing memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda.
Di sisi lain, banjir yang melanda Sumatera juga berdampak pada cagar budaya yang ada. Kementerian Kebudayaan mengungkapkan bahwa banyak situs bersejarah mengalami kerusakan akibat bencana ini, semakin menambah kesedihan bagi masyarakat.
Cagar budaya adalah warisan yang harus dilindungi dan dilestarikan. Sayangnya, banyak dari situs ini terancam akibat perubahan iklim dan bencana alam yang semakin membesar.
Pentingnya Memahami Rompi Taktis dan Rompi Antipeluru
Rompi antipeluru adalah alat pelindung yang dirancang khusus untuk melindungi tubuh dari peluru atau benda tajam. Pengguna rompi ini umumnya adalah mereka yang bekerja dalam bidang yang berisiko tinggi, seperti aparat keamanan.
Sementara itu, rompi taktis lebih merupakan perlengkapan untuk membantu mobilitas dan aksesibilitas. Biasanya, rompi ini dilengkapi dengan kantong atau kompartemen untuk membawa peralatan dan aksesori yang diperlukan dalam situasi darurat.
Dalam konteks bencana, rompi taktis bisa sangat berguna untuk penyelamatan dan evakuasi. Dengan fungsionalitas yang tidak hanya melindungi, rompi taktis menjadi pilihan yang lebih praktis bagi relawan dan petugas lapangan.
Perbedaan utama antara kedua rompi ini terletak pada tujuan penggunaannya. Penggunaan rompi antipeluru lebih terfokus pada keselamatan dari ancaman fisik, sedangkan rompi taktis memiliki kegunaan yang lebih variatif.
Dampak Banjir Terhadap Cagar Budaya di Sumatera
Banjir yang melanda Sumatera baru-baru ini mengakibatkan kerusakan pada banyak cagar budaya bersejarah. Kementerian Kebudayaan melaporkan sedikitnya 43 situs yang terkena dampak di beberapa daerah.
Aceh menjadi wilayah yang paling parah terdampak dengan 34 cagar budaya yang dilaporkan. Hal ini menunjukkan betapa rentannya situs bersejarah terhadap bencana alam, yang tidak hanya mengancam fisik, tetapi juga nilai budaya.
Kerusakan yang dialami bervariasi, dari yang ringan hingga parah. Beberapa cagar budaya terendam lumpur berat yang menimbulkan risiko kerusakan jangka panjang.
Pentingnya perlindungan cagar budaya dalam konteks bencana ini menjadi sorotan. Komitmen pemeliharaan harus ditingkatkan untuk mencegah kehilangan warisan berharga kita.
Nominasi Artis Indonesia dalam Daftar Perempuan Tercantik di Dunia
Memasuki tahun 2025, daftar 100 perempuan tercantik versi TC Candler kembali menarik perhatian. Tahun ini, ada 14 wanita dari Indonesia yang masuk dalam nominasi, meningkat dari hanya lima di tahun sebelumnya.
Ini memberikan sinyal positif tentang keberagaman dan keindahan yang diakui dari berbagai latar belakang. Selain itu, nominasi ini juga pimpinan untuk menemukan bintang baru dari Indonesia.
Nama-nama terkenal seperti Prilly Latuconsina dan Fuji menjadi sorotan dalam daftar tersebut. Publik kini semakin menantikan hasil akhir dan bagaimana mereka akan diposisikan di lintas dunia.
Kesempatan bagi artis tanah air untuk bersaing di panggung internasional merupakan prestasi tidak hanya bagi mereka secara individu, tetapi juga bagi industri hiburan Indonesia secara keseluruhan.













