Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman mengambil keputusan yang mengejutkan dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang menewaskan mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Gadjah Mada. Terdakwa, seorang pemuda berusia 21 tahun bernama Christiano, tidak berhasil membuktikan keberatan yang diajukan melalui nota eksepsi, yang artinya pihak berwenang berhak melanjutkan proses hukum tanpa adanya hambatan dari tuduhan yang ditujukan kepadanya.
Keputusan ini diambil setelah agenda pembacaan eksepsi yang dilakukan oleh tim penasihat hukum Christiano. Saat itu, Jaksa Penuntut Umum memberikan tanggapan beberapa waktu setelah pengacara tersebut menyampaikan argumen serta keberatan mereka terhadap dakwaan yang ada.
“Majelis hakim menyatakan bahwa eksepsi yang diajukan tidak dapat diterima,” ungkap Ketua Majelis Hakim, Irma Wahyuningsih, saat membacakan putusan. Dengan putusan ini, pihak jaksa diperintahkan untuk melanjutkan proses hukum dengan penghadiran saksi-saksi dalam waktu dekat.
Menelusuri Kejadian Kecelakaan yang Mematikan ini
Kecelakaan tragis ini terjadi di Jalan Palagan Tentara Pelajar pada bulan Mei 2025. Insiden melibatkan seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Christiano, yang mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang jauh melebihi batas yang ditetapkan. Koordinasi yang buruk dan kurangnya kewaspadaan dari kedua belah pihak menyebabkan kejadian yang memilukan ini.
Berdasarkan surat dakwaan, mobil yang dikemudikan Christiano melaju sekitar 70 km/jam, sementara batas kecepatan di lokasi tersebut hanya 40 km/jam. Kecepatan tinggi dan pengemudi yang tidak menggunakan kacamata, meskipun seharusnya ia menggunakannya akibat masalah penglihatan, menjadi faktor penting dalam kecelakaan ini.
Korban, Argo Ericko Achfandi, mencoba berbalik arah dengan sepeda motornya dan dalam waktu yang sangat singkat, mobil Christiano menabrak Argo. Tidak ada tanda peringatan yang diberikan Argo sebelum berbelok, yang menyebabkan benturan terjadi secara tiba-tiba dan menyakitkan.
Reaksi dan Tanggapan Hukum Terhadap Kasus Ini
Tim penasihat hukum Christiano mengajukan beberapa alasan sebagai bentuk keberatan terhadap dakwaan. Salah satu poin yang diajukan adalah kesalahan penulisan dalam identitas terdakwa, di mana nama “Pengidahen” tertulis salah dan menjadi “Pengindahen.” Namun, hakim berpendapat bahwa identitas tersebut sudah jelas tertera dalam dokumen hukum dan diakui oleh terdakwa sepanjang sidang berlangsung.
Selain itu, penasihat hukum juga mencurigai bahwa surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum tidak cermat. Mereka berargumen bahwa tindakan kelalaian justru berasal dari korban yang seharusnya memberikan isyarat saat berbelok. Jaksa menanggapi dengan membela bahwa pihaknya telah menyusun dakwaan dengan sangat rinci dan jelas.
Hakim memutuskan bahwa argumen penasihat hukum merupakan bagian dari substansi yang harus dibuktikan di pengadilan nanti. Hal ini menunjukkan bahwa meski ada keberatan, proses hukum tetap berjalan dengan sepenuhnya berdasarkan fakta yang terjadi di lokasi kejadian.
Berita Duka yang Mengguncang Masyarakat
Kecelakaan ini tidak hanya menggugah perhatian pihak berwenang, tetapi juga masyarakat luas. Kehilangan seorang mahasiswa berpotensi menjadi pelajaran penting bagi para pengemudi lain di jalan. Apalagi, di Indonesia, angka kecelakaan lalu lintas masih memiliki catatan yang memprihatinkan.
Di samping itu, kejadian ini juga mengekspos pentingnya kepatuhan terhadap peraturan lalu lintas. Kesadaran akan batas kecepatan dan penggunaan perlengkapan berkendara yang aman seperti kacamata bagi pengemudi yang memerlukan menjadi hal yang sangat vital. Hal ini pun menjadi panggilan bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati saat berlalu lintas.
Pengawasan atas kepatuhan peraturan dan sanksi terhadap pengemudi yang melanggar, harus menjadi prioritas bagi pihak berwenang. Kejadian seperti ini, seharusnya tidak terulang kembali, dan menjadi titik tolak untuk mendorong perubahan positif dalam kehidupan berkendara masyarakat.













