Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, mengalami tragedi mengerikan pada Senin (29/9) ketika gedung tiga lantai yang mencakup musala ambruk saat ratusan santri melaksanakan Salat Ashar. Kejadian ini bukan hanya mengakibatkan kerugian materi tetapi juga nyawa, dengan total 67 orang dinyatakan tewas dan lebih dari seratus lainnya mengalami luka-luka.
Evakuasi dari lokasi kejadian mulai dilakukan pada Selasa (7/10) oleh Basarnas, yang melibatkan berbagai elemen masyarakat. Proses yang menyedihkan ini diwarnai dengan kesedihan mendalam para keluarga korban, yang kini menuntut keadilan dan tanggung jawab atas insiden yang terjadi.
Keberadaan Struktur yang Tidak Layak dan Rawan Bahaya
Insiden ambruknya gedung tersebut menyiratkan adanya pelanggaran dalam prosedur pembangunan. Menurut pengasuh pondok, Abdus Salam Mujib, bangunan tersebut sedang dalam proses pengecoran akhir ketika kejadian itu berlangsung, dan salah satu alasan yang disebutkan adalah bahwa penopang konstruksi tidak kuat.
Anehnya, bangunan tersebut tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB), sebuah hal yang sangat mengkhawatirkan. Bupati Sidoarjo, Subandi, juga menyatakan penyesalannya akan hal ini dan mengingatkan bahwa banyak pesantren yang lebih mementingkan pembangunan daripada faktor keselamatan.
Keluarga korban meminta agar kejadian ini diproses secara hukum agar tidak ada kejadian serupa di masa mendatang. Mereka menginginkan pertanggungjawaban yang jelas, mengingat tragedi ini menuntut perhatian serius dari semua pihak.
Tanggung Jawab Sosial dan Hukum yang Perlu Disandang
Dalam konteks ini, pakar hukum pidana menegaskan bahwa lembaga atau individu yang bertanggung jawab atas pembangunan gedung harus dihukum. Pasalnya, insiden ini bukanlah murni bencana alam, melainkan hasil dari kelalaian manusia yang bisa dihindari.
Abdul Fickar Hadjar dari Universitas Trisakti menyatakan bahwa polisi harus cepat dalam menentukan pihak yang bertanggung jawab dan melakukan penyelidikan mendalam. Jika memang ada pelanggaran hukum, tindakan hukum perlu segera diambil agar keadilan dapat ditegakkan.
Dalam pandangan sosial, insiden semacam ini seharusnya menjadi pelajaran bagi semua lembaga pendidikan, khususnya pesantren, untuk lebih memperhatikan langkah-langkah keselamatan dalam pembangunan. Semoga ini menjadi pengingat bagi mereka tentang pentingnya proses dan kepatuhan pada regulasi yang ada.
Langkah-Langkah Lanjutan dari Pemerintah dan Masyarakat
Seiring dengan proses hukum yang sedang berlangsung, Menteri Agama menyatakan perlunya pendataan pesantren di seluruh Indonesia yang belum memenuhi standar keamanan. Hal ini menjadi langkah awal untuk memastikan tidak ada kembali kejadian serupa di masa mendatang.
Tentunya, perhatian dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk menjamin keselamatan siswa-siswa di lembaga pendidikan. Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat juga menegaskan bahwa banyak pesantren yang berada dalam perhatian pemerintah perlu direformasi untuk menghindari kondisi serupa.
Faktor keterbatasan anggaran sering kali menjadi alasan utama di balik bangunan yang tidak memenuhi standar, sehingga seringkali pesantren melakukan pembangunan secara mandiri tanpa perencanaan matang. Inilah tantangan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan di Indonesia.
Pentingnya Kesadaran Bersama dalam Membangun Keselamatan
Seluruh elemen masyarakat, termasuk pesantren, harus bersikap proaktif dalam mencari solusi yang lebih baik demi keselamatan bersama. Pemimpin atau pengasuh pesantren harus memahami bahwa tanggung jawab besar ada di pundak mereka untuk melindungi santri dan memastikan bangunan yang aman.
Lebih jauh, tragedi ini bisa menjadi pendorong untuk melakukan pembenahan di berbagai aspek, dari segi infrastruktur hingga kualitas pendidikan. Keselamatan siswa harus menjadi prioritas utama, sehingga kejadian serupa tidak terulang lagi di masa depan.
Dengan melibatkan berbagai pihak dalam pengawasan dan evaluasi, harapannya adalah agar pasos pendidikan dapat lebih baik lagi dan tidak lagi terjadi kecelakaan fatal yang merugikan banyak orang.













