Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Fahid dan Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqqodas, secara aktif terlibat dalam upaya memberikan jaminan penangguhan penahanan kepada aktivis asal Yogyakarta, Muhammad Fakhrurrozi alias Paul. Ia saat ini ditahan oleh Polda Jatim dengan tuduhan terkait dengan kericuhan yang terjadi selama gelombang demonstrasi pada Agustus lalu.
Bukan hanya Fathul dan Busyro, sejumlah dekan, direktur pusat studi, hingga Ketua Umum Pengurus Yayasan Badan Wakaf UII juga turut memberikan dukungan sebagai penjamin penangguhan penahanan Paul. “Surat ini saya sampaikan ke LBH,” ujar Fathul saat dihubungi, yang menunjukkan solidaritas dari berbagai pihak akademis dan kepemimpinan.
Fathul merasakan penangkapan Paul telah menimbulkan keprihatinan yang mendalam di masyarakat. Ia menilai proses penangkapan yang terjadi tampak tidak transparan dan diduga nonprosedural, yang menciptakan persepsi di publik bahwa penangkapan tersebut lebih bersifat politik daripada hukum.
Proses Hukum dan Tantangan yang Dihadapi Aktivis
Proses hukum yang dihadapi oleh Paul menimbulkan banyak tanya di kalangan publik. Dalam pandangan Fathul, di negara yang mengusung demokrasi, perbedaan pandangan dan kritik terhadap pemerintah adalah hal yang wajar dan semestinya dilindungi oleh undang-undang yang berlaku.
Ia menegaskan bahwa situasi yang terjadi menunjukkan adanya upaya untuk membungkam suara-suara kritis, dan hal ini berpotensi merusak fondasi demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi. Dengan pembatasan terhadap kebebasan berpendapat, masyarakat menjadi takut untuk bersuara, yang pada gilirannya mengakibatkan meningkatnya ketidakpuasan publik.
Sikap tersebut, lanjut Fathul, menunjukkan bahwa pihak berwenang tidak memahami esensi sejati dari demokrasi. Keterbatasan ruang bagi masyarakat sipil untuk berkontribusi dalam dialog publik bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang sehat di mana kebebasan berpendapat dan berkumpul dijamin oleh konstitusi.
Pentingnya Peran Masyarakat Sipil dalam Demokrasi
Fathul berpendapat bahwa sikap menganggap aktivis sebagai musuh negara hanya akan menciptakan suasana ketakutan yang berkelanjutan. Masyarakat sipil perlu diberdayakan untuk memastikan bahwa suara mereka didengar dalam proses pengambilan keputusan politik.
Demokrasi harus ditopang oleh masyarakat sipil yang kuat dan berani bersuara. Tanpa adanya keberanian dari masyarakat sipil, negara akan terjebak dalam keheningan yang membosankan, di mana semua opini menjadi basi dan tidak ada pertanyaan yang terjawab.
“Negara yang sehat harus bisa menjamin keberadaan masyarakat sipil yang memiliki kebebasan untuk bersuara dan berpartisipasi. Ini bukan hanya tentang satu individu, tetapi tentang hak bersama kita untuk berpendapat,” ungkap Fathul dengan tegas.
Tuntutan untuk Pembebasan dan Keadilan bagi Aktivis
Fathul juga menegaskan pentingnya pembebasan Paul dan para aktivis lainnya yang kini dalam tahanan. Ia beranggapan bahwa tindakan represif tersebut jelas bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi.
Dalam konteks ini, Fathul menyerukan agar pemerintah tidak mengulangi kesalahan yang sama, yang bisa membangkitkan ketidakpuasan dan potensi konflik di kalangan masyarakat. Semakin banyak orang yang terlibat dalam mengekspresikan pendapat mereka, semakin kuat fondasi demokrasi yang dibangun.
“Kita tidak boleh membiarkan dialog konstruktif terputus. Dialog adalah kunci untuk menyelesaikan berbagai argumen dan ketidaksetujuan dalam masyarakat,” imbuhnya, menekankan perlunya implemetasi hukum yang adil dan transparan bagi semua pihak.
Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian mengenai pengajuan penangguhan penahanan Paul yang diajukan oleh Fathul dan beberapa pihak lainnya. Hal ini menambah rasa penasaran dan harapan publik mengenai keadilan dalam kasus ini.
Sebelumnya, Polda Jawa Timur telah menetapkan Paul sebagai tersangka, dengan tuduhan terlibat dalam dugaan penghasutan yang menyebabkan kericuhan. Penetapan tersebut didasarkan pada beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyangkut penghasutan dan kerusuhan.
Direktur LBH Surabaya, Habibus Shalihin, juga memberikan tanggapannya terhadap penangkapan tersebut. Ia menilai bahwa proses yang membawa Paul ke status tersangka tidak mengikuti prosedur hukum yang berlaku, di mana pemanggilan dan pemeriksaan seharusnya dilakukan sebelum penetapan status tersebut.













