Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menyatakan bahwa istilah populer “no viral no justice” yang sering digunakan sebagai kritik di masyarakat tidak berlaku dalam konteks lembaganya. Ia menjelaskan bahwa meskipun konsep keadilan yang tergantung pada viralitas mungkin relevan untuk kasus konkret, hal ini tidak dapat diterapkan pada perkara-perkara abstrak yang menjadi tanggung jawab MK.
Saldi menekankan bahwa dalam konteks masalah yang abstrak, keadilan tidak bisa ditentukan berdasarkan seberapa viral kasus tersebut di media sosial. Ia merujuk pada pengujian undang-undang yang sifatnya normatif dan tidak bisa diukur dari opini publik.
“Jadi kalau tidak diviralkan dulu, tidak adil. Nah, dalam konteks kasus yang abstrak, itu tidak bisa,” ucapnya saat berbicara dalam Dialog Konstitusi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Pentingnya Independensi Hakim dalam MK di Era Modern
Saldi mengungkapkan bahwa beberapa kasus yang ramai dibicarakan publik memberikan pandangan yang berbeda tentang bagaimana opini publik dapat memengaruhi keputusan hakim. Contohnya, kasus seorang petani yang dihukum karena mencuri kakao yang bernilai sangat sedikit atau guru yang dipecat karena meminta bantuan orang tua untuk menggaji guru honorer yang terabaikan.
Kedua contoh ini menunjukkan adanya keterkaitan antara keputusan hukum dan opini publik, namun Saldi mempertanyakan seberapa jauh opini publik dapat memengaruhi proses pengambilan keputusan di MK. Ia merasa belum menemukan bukti konkret mengenai hal tersebut.
“Seberapa jauh opini publik memengaruhi hakim, saya belum menemukan buktinya,” tegasnya, menambah catatan mengenai independensi hakim yang sangat diperlukan dalam konteks ini.
Tantangan dalam Menjaga Integritas dan Independensi Hakim
Dalam kesempatan yang sama, Saldi menekankan betapa pentingnya bagi hakim untuk tetap independen dan tahan terhadap berbagai intervensi baik dari politik maupun masyarakat. Mengingat kekuasaan yang besar dimiliki MK, hal ini menjadi bagian integral dalam menjalankan fungsi peradilan yang adil.
Saldi mencatat bahwa meskipun ada pandangan bahwa hakim harus sama sekali tidak diintervensi, ini mungkin tidak realistis dalam praktik. Ia mengakui bahwa kewenangan yang diberikan kepada MK dapat menarik perhatian berbagai pihak untuk berusaha memengaruhi keputusan yang diambil.
“Pendapat bahwa Mahkamah Konstitusi tidak boleh diintervensi itu terlalu ideal,” ucapnya, menyoroti tantangan yang dihadapi dalam mencari hakim yang berintegritas tinggi.
Perbandingan Proses Seleksi Hakim di Indonesia dengan Amerika Serikat
Saldi juga membahas tentang proses seleksi hakim sebagai tahap penting dalam menghasilkan hakim yang benar-benar independen. Ia membandingkannya dengan proses seleksi hakim di Amerika Serikat yang dianggap lebih dipenuhi kepentingan politik daripada di Indonesia.
Contohnya, Saldi menyinggung tentang Mahkamah Agung AS yang baru mengesahkan kode etik pada tahun 2023, setelah terjadi pelanggaran etik oleh salah satu hakim. Saldi mencatat ironi di sana, karena meskipun kode etik ada, tidak ada mekanisme penegakan yang jelas.
Sementara itu, MK di Indonesia sudah memiliki mekanisme penegakan etik yang berjalan, seperti dalam kasus pemberhentian dua mantan hakim yang terbukti melanggar kode etik berat.
Menjaga Integritas Individual Hakim Sebagai Tanggung Jawab Pribadi
Di akhir pemaparan, Saldi menekankan pentingnya menjaga integritas secara pribadi di kalangan hakim. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan menghindari aktivitas di media sosial agar tidak terjerat dalam arus opini yang bisa memengaruhi posisi mereka.
Ia juga memberikan pesan kepada mahasiswa hukum untuk menjadikan keputusan pengadilan sebagai dasar bacaan utama, tidak hanya bergantung pada buku teks. Konsistensi putusan MK sangat diperlukan dalam memastikan norma yang sudah diuji tidak diuji kembali kecuali ada alasan berbeda yang kuat.
“Yang harus kita siapkan adalah bagaimana menemukan hakim yang bisa tahan terhadap intervensi,” tutupnya, menandaskan pentingnya ketahanan integritas dalam menjaga keadilan dan hukum di Indonesia.













