Seniman dan budayawan Butet Kertaredjasa mengungkapkan keprihatinannya mengenai meningkatnya kasus keracunan makanan yang melibatkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Yogyakarta. Dalam acara Forum Sambung Rasa Kebangsaan yang berlangsung di Keraton Yogyakarta, Butet menyatakan bahwa fenomena ini perlu mendapatkan perhatian serius dari pihak berwenang.
Dia menyampaikan harapan agar kejadian keracunan yang terjadi tidak dianggap biasa. Menurutnya, satu kasus keracunan saja sudah cukup mengkhawatirkan dan seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi program ini.
Acara tersebut dihadiri oleh banyak tokoh penting, termasuk mantan Menko Polkam dan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. Kehadiran mereka menunjukkan besarnya perhatian publik terhadap isu ini.
Butet Kertaredjasa Soroti Kasus Keracunan Makanan
Butet menyebutkan bahwa sebelum adanya program MBG, kasus keracunan makanan tidak pernah terjadi secara massal pada siswa sekolah. “Kita sedang mengalami panen keracunan makanan, seakan-akan hal ini biasa,” tuturnya dengan nada serius.
Tidak hanya MbG yang menjadi sorotannya, Butet juga mengungkapkan masalah hilangnya etika dan tata krama di dalam masyarakat. Dia mencontohkan perilaku seorang mantan pejabat yang dianggap tidak etis.
Di sisi lain, kehadiran Butet dalam forum ini menjadi momentum penting untuk mengakui adanya permasalahan yang lebih besar dalam sistem pendidikan dan layanan publik. Dia mendorong semua pihak untuk tidak hanya berdiam diri menghadapi isu ini.
Pentingnya Evaluasi Terhadap Program Makan Bergizi Gratis
Kasus keracunan makanan yang melibatkan siswa di DIY menunjukkan fenomena yang meresahkan, dengan jumlah korban mencapai ratusan. Salah satu kejadian besar terjadi di SMAN 1 Yogyakarta dan SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta, di mana 491 siswa menjadi korban.
Kasus terbaru pada 24 Oktober melibatkan sekitar 215 siswa dari tiga sekolah, menambah daftar panjang keluhan masyarakat. Kejadian ini semakin menguatkan argumen Butet akan perlunya perubahan mendasar dalam program yang sedang dilaksanakan.
Selain siswa, bahkan beberapa guru juga mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi makanan dari program yang sama. Situasi ini menunjukkan bahwa masalah tidak hanya bersifat pribadi, tetapi juga sistemik.
Pernyataan Sultan Hamengku Buwono X Mengenai Keadaan Ini
Sultan Hamengku Buwono X turut memberikan pendapat terkait masalah MBG, menyatakan bahwa Badan Gizi Nasional (BGN) perlu mempertimbangkan kembali porsi target produksi. Sultan berpendapat bahwa penurunan menjadi porsi 2.000 MBG per hari untuk satu unit Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) mungkin masih perlu dievaluasi lebih lanjut.
Dia mengusulkan agar porsi tersebut dibagi ke dalam beberapa sub dapur MBG untuk menghindari potensi keracunan yang lebih besar. Dengan demikian, makanan dapat diolah dalam kondisi yang lebih baik dan segar.
Pendekatan ini, menurut Sultan, bisa mengurangi risiko keracunan dan meningkatkan kualitas gizi yang diberikan kepada para siswa. Semua ini penting untuk menjamin kesehatan dan keselamatan anak-anak yang menerima bantuan tersebut.













